Selasa, 29 Juli 2008

Duo Yamaha Mio West Custom


Seperti pada bagian depan, kata Irfan, kedua skubek menggunakan lampu Yamaha Nouvo-Z। “Tadinya sempat terpikirkan pakai lampu Mio Soul. Tapi, karena harus inden lama, akhirnya pakai Nouvo,” lanjut lajang 23 tahun ini. Kemudian, untuk roda depan sama-sama mengadopsi pelek orbital, yang banyak digandrungi penggila modifikasi di Jatim. Yang membedakan, ukurannya saja. Bila Irfan pilih 14 inci, Andi yang 17 inci.

Kini, kita intip perbedaannya. Kekuatan yang ingin ditonjolkan Irfan berupa pemindahan peredam kejut belakang bergeser ke tengah di atas dek. Sokbrekernya sendiri sudah diganti dengan milik Supra yang disambung dengan pipa besi. Posisi sokbreker baru ini benar-benar menjadi daya pikat dan banyak orang yang nggak ngeh kalau itu sok belakang. “Malah banyak yang bertanya berfungsi apa tidak sok itu,”kekeh Irfan.


Sementara Mio milik Andi memiliki keunikan pada roda belakang। Ia memilih pelek mobil ukuran 15 inci keluaran BBS. Jelas, ketika merayap di jalanan sangat menguras tenaga.

Kreasi fenomenal lainnya dari motor Andi ada pada sistem penggerak roda belakang। Tidak hanya mengandalkan CVT, namun sudah ditambah dengan memakai rantai. “Itu karena konstruksi pelek dan jaraknya yang enggak mungkin pakai belt,” papar Andi. Jadi, pakai gir dengan perbandingan gigi yang sama 14:14.

Cara kerjanya, tenaga dari CVT menggerakkan gir depan yang kemudian diteruskan oleh rantai sebagai penggerak gir belakang dan as roda। Agar tampilan belakang sedikit sangat, penghenti laju memakai disc brake, juga lengan ayundengan model flame.

Selain pemakaian ban belakang, rancangan buritan juga beda. Meski sama-sama model tunggangan MotoGP, namun buntut Mio punya Irfan lebih memanjang, sedang Andi membulat ke atas. Yang pasti, kedua Mio dari Jember ini mengundang kagum.

Minggu, 27 Juli 2008

Panen Emas dari Koran Bekas

Jangan buang koran bekas Anda karena siapa tahu bisa bermanfaat untuk memanen emas। Menurut ilmuwan Jepang, koran bekas merupakan salah satu bahan ramuan gel ramah lingkungan untuk memisahkan emas dari sampah elektronika.

Selama ini kita tahu bahwa komputer bekas, televisi, dan ponsel mengandung logam mulia pada sebagian komponennya। Namun, sampah dibiarkan begitu saja karena memisahkan logam yang diinginkan termasuk sulit। Seringkali membutuhkan zat kimia beracun yang dapat merusak lingkungan. Dengan koran bekas, para ilmuwan dari Universitas Saga, Jepang tidak hanya membuat proses tersebut menjadi lebih mudah, namun juga murah dan ramah lingkungan. Tim ilmuwan yang dipimpin Katsutoshi Inoue menghancurkan koran bekas menjadi bubur dan membersihkannya dengan mencampurkan ke dalam cairan klorin. Bubur kertas tersebut kemudian dicampur dimethylamine (DMA) dan formaldehid sehingga membentuk senyawa dalam bentuk gel.

Kemudian, gel dikeringkan dan ditumbuk menjadi bubuk। Bubuk tersebut diuji untuk mengikat atau menyerap logam dari sampah elektronika yang biasanya telah dicairkan dengan asam hidroklorik.

Cairan beracun tersebut mengandung logam berat seperti tembaga, seng, dan besi yang masing-masing berkonsentrasi antara 190-840 bagian per mil। Namun, sekitar 250 bagian per mil adalah emas dan antara 11-16 bagian per mil adalah platina dan palladium.Bubuk gel tersebut ternyata efektif memanen logam mulia. Senyawa gel mengikat sekitar 90 persen emas, platina, dan palladium, namun tembaga, seng, dan besi tidak terkat. Kertas bekas menjadi komponen utama gel tersebut karena berasal dari kayu sehingga memiliki kandungan selulosa yang sangat tinggi. Sifat alami selulosa yang fleksibel memudahkan zat kimia menembus matrik larutan logam dan mengikatnya. Satu kilogram gel dapat mengikat 906 gram emas."Dan Anda dapat menggunakan gel itu kembali setelah memisahkan logamnya," ujar Chaitanya Raj Adhikari, peneliti lainnya. Ia mengatakan belum dipastikan apakah kekuatannya mengikat logam mulia tetap. Selain itu, proses pengikatanya sangat lama. Untuk mengikat secara sempurna, gel harus dibiarkan pada larutan selama sekitar lima jam. Hal tersebut mungkin kurang efektif jia dipakai pada skala industri. Namun, setidaknya temuan ini telah menjanjikan senyawa yang murah dan lebih ramah lingkungan untuk memanen logam-logam mulia dari sampah elektronika.